Brosur PPDB2024

Tokoh Hadis Masa Tabi'n

Oleh: Nurul Laely Mahmudah


Nurul Laely Mahmudah, seorang pelajar tingkat akhir MAN 2 Kebumen

Tabi'in menurut bahasa “ التابع” artinya mengikuti. Tabi’in adalah orang Islam yang dalam hidupnya bertemu dengan sahabat, namun tidak bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Masa tabiin dimulai sejak wafatnya sahabat nabi terakhir, Abu Thufail al-Laitsi, pada tahun 100 H (735 M) di kota Makkah; dan berakhir dengan wafatnya Tabiin terakhir, Khalaf bin Khulaifat, pada tahun 181 H (812 M). Dalam bab ini penulis akan membahas biografi para tabi’in yang sangat luar biasa sehingga diharapkan pembaca dapat meneladaninya. Di antara mereka yaitu, Sa‟id bin Musayyab, Urwah bin ubair, Nafi‟ al-Madani, Hasan al-Bashri, Muhammad Ibnu Sirin, dan Muhammad Ibnu Syihab Az Zuhri.

 

A. Sa’id bin Musayyab


Siapakah yang tidak mengenal Sa’id bin Musayyab? Beliau seorang tabi’in dan “petunjuk dunia” yang memiliki nama lengkap Abu Muhammad Said Ibn Musayyab bin Hazn bin Wahhab al-Quraisyi al-Makhzumi al-Madani dilahirkan pada tahun 15 H di Kota Suci Madinah. Ayahnya bernama Musayyab dan ibunya bernama Ummu Sa’id binti Hakim.
Dalam hidupnya beliau bekerja sebagai penjual minyak dan enggan menerima berbagai pemberian. Beliau menikah dengan anak perempuan dari Abu Hurairah, karena kedudukannya di sisi Rasulullah dan memiliki kekayaan mengenai riwayat hadis. Dari pernikahannya, beliau memiliki seorang putri yang bernama Ribab. Beliau merupakan seorang yang wara’ dan kekeuh dalam menegakkan kebenaran.
Sejak kecil beliau telah bernadzar untuk mencari ilmu. Beliau mendatangi rumah istri-istri Rasulullah untuk memperolah ilmu dan berguru pada Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar serta Abdullah bin Abbas. Beliau mendengar hadis dari Utsman, Ali, Suhaib dan para sahabat nabi yang lainnya. Sebagian besar hadis yang diriwayatkan berasal dari mertuanya, Abu Hurairah. Sehingga tak heran jika Ibnu al-Madani mengatakan, “Kami tidak mengetahui dari kalangan tabi’in yang lebih luas ilmunya dibandingkan Ibnu Musayyab, ia menurut pendapatku, adalah tabi’in yang paling agung.”
Kiprahnya dalam bidang hadis terbukti ketika banyak yang berguru kepada beliau. Diantara murid-muridnya adalah Amr bin Dinar, Qatadah bin Da’amah, dan Yahya bin Sa’id al-Ansari. Beliau juga dijuluki “Rawiyatul Umar” karena merupakan orang yang paling hafal atas berbagai hukum dan keputusan yang dikeluarkan oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Selain ahli hadis, beliau juga ahli fikih dan dijuluki “faqihul fuqoha”. Uniknya, selama 50 tahun beliau shalat shubuh dengan wudhu shalat isya. Dari Abdul Mu’in bin Idris dari ayahnya, ia berkata,”Selama 50 tahun Said bin Musayyib melaksanakan sholat subuh dengan wudhu’ sholat isya.”
Tokoh khibar tabi’in ini wafat di Madinah pada tahun 94 H. Kala itu usia beliau 79 tahun.

 

B. Urwah bin Zubair


Abu Abdullah Urwah Ibnu Al-Zubayr ibnu al-Awam al-Asadi al-Madani merupakan anak seorang sahabat Rasulullah. Ayahnya bernama Zubair bin Awwam dan ibunya bernama Asma’ binti Abu Bakar. Beliau lahir di Madinah, tahun 23 H pada masa kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan. Beliau merupakan seorang tabi’in, ahli hadis, hafiz (penghafal Al-Qur’an), imam yang alim, dan salah satu dari tujuh fuqoha Madinah.
Urwah tidak tertarik dengan politik dan masalah kekuasaan, tetapi lebih cenderung pada masalah pengetahuan. Hal ini terbukti beliau sangat dekat dengan Aisyah. Beliau belajar, menghimpun hadis, dan meriwayatkan hadis-hadis Aisyah sejak dini. Banyak hadis dari Aisyah yang beliau tulis sepanjang hidupnya. Karena intensnya pembelajaran atara Aisyah dan Urwah, maka Urwah pun menjadi orang yang paling banyak meriwayatkan hadis dari Aisyah. Ibnu Uyaynah berkata, “Orang yang paling banyak menerima hadis dari Aisyah ada tiga orang, yaitu al-Qasim, Urwah, dan Umrah.”
Urwah bin Zubair menerima hadis dari ayah, ibu, dan bibinya (Aisyah), Ali bin Abi Talib, Muhammad bin Maslamah, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, Usamah bin Zayd, Abdullah bin al-Arqam, Abu Ayyub, Nu’man bin Basyir, Mu’awiyah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, al-Miswar bin Makhramah, aynab binti Abu Salmah, dan Basyir bin Abi Ayyub al-Ansari.
Penerus beliau dari keturunan adalah Hisyam bin Urwah. Para periwayat hadits berikutnya yang mengambil jalur darinya antara lain adalah Qatadah bin Di'amah, Ibnu Syihab az-Zuhri, Yahya bin Said al-Ansari, dan Zaid bin Aslam. Sedangkan para ulama yang berguru pada beliau diantranya adalah Sulaiman bin Yasar, Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Ja’far Ash-Shadiq.
Urwah bin Zubair merupakan orang pertama yang menulis kitab “Shirah Nabawiyah”. Tulisan beliau menjadi contoh oleh penulis-penulis yang datang setelahnya. Metode beliau ditiru oleh para penulis masyhur antara lain: az-Zuhri, Ibn Ishaq, Musa bin, Uqbah, dan lainnya. Selain itu, beliau juga orang pertama yang menulis tentang masalah Al-Maghazi (peperangan) dan yang paling banyak melantunkan syair pada zamannya.
Suatu hari Urwah memiliki penyakit di kaki kirinya yang mengharuskan kakinya harus diamputasi. Beliau menerima dengan tabah. Maka dimulailah persiapan untuk operasi pemotongan kaki beliau. Kemudian para dokter tersebut menawarkan obat bius kepada beliau agar nantinya tidak merasakan sakit ketika kakinya digergaji. Namun beliau menolak tawaran tersebut seraya mengatakan: “Aku tidak pernah menyangka terhadap seorang yang beriman kepada Allah bahwa dia akan minum suatu obat yang akan membuat hilang
akalnya sehingga dia tidak mengenal Rabbnya. Akan tetapi kalau kalian mau memotongnya silakan, dan aku akan berusaha menahan rasa sakitnya.”
Maka dimulailah operasi pemotongan kaki beliau yang sebelah kiri dengan gergaji pada bagian atas sedikit dari kaki yang tidak terkena penyakit. Sewaktu proses amputasi tersebut sedang berlangsung, beliau tidak bergeming atau bergerak sama sekali dan juga tidak terdengar rintihan rasa sakit sedikitpun.
Beliau wafat dalam keadaan puasa pada tahun 94 H di usia 60 tahun. Hisyam bin ‘Urwah mengatakan, " Dahulu ayahku berpuasa terus-menerus dan meninggal dalam keadaan berpuasa. Ketika ajal menjelang, dia sedang berpuasa, lalu keluarganya memintanyanya agar berbuka saja namun dia menolak. Sungguh dia telah menolak, karena dia berharap kalau kelak dia bisa berbuka dengan seteguk air dari sungai Kautsar di dalam bejana emas dan di tangan bidadari."

 

C. Nafi’ al-Madani

 

Nama lengkapnya Nafi' bin Abdurrahman bin Abu Nu'aim al-Madani atau biasa dikenal dengan julukan Abu Ruwaim. Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 689 M. Beliau merupakan seorang ulama ahli hadis dan salah satu Imam qira'at sepuluh. Beliau juga menjadi Imam di Masjid Nabawi selama 60 tahun setelah wafatnya Abu Ja'far Yazid al-Madani.
Nafi’ merupakan tabi’in sekaligus perawi hadis yang banyak meriwayatkan sabda-sabda Nabi Muhammad saw. Beliau terpercaya, kuat hafalannya, dan benar periwayatan hadisnya. Berdasarkan keseluruhan hadis yang beliau riwayatkan tidak ditemukan suatu kesalahan.
Sebagaimana seorang perawi hadis, Nafi meriwayatkan hadis dari Abdullah bin Umar, Abu Hurairah, Abu Said al-Khuzri, Rafi’ bin Khadij, Aisyah, Ummu Salamah, tiga putra Abdullah bin Umar bin al-Khattab, al-Qasil, Aslam, Abdullah bin Muhammad bin Abu Bakar al-Siddiq, dan lainnya. Banyak yang berguru kepada beliau, diantaranya Abu Ishaq al-Sabi’i, Al-Hakam bin Uyaynah, Yahya al-Ansari, Muhammad bin Ajlan, az-Zuhri, Salih bin Kaysan, Ayyub, Hamid al-Awil, Maymūn bin Mahran, Musa bin Uqbah, Ibn ‘Aun, al-A’masyi, dan lainnya.
Imam Bukhari memuji sanad dari Nafi’ dengan mengatakan,”Isnad yang paling sahih adalah Malik dari Nafi’ dari Umar.” Mengenai sanad ini, para ulama hadis menamainya dengan silsilah al-żahab (untaian emas). Beliau meninggal dunia pada tahun 117 H di Madinah.

 D. Hasan al-Bashri

Ulama hadis dan cendekiawan muslim yang memiliki nama lengkap Abu Sa'id al-Hasan ibn Abil-Hasan Yasar al-Bashri) lahir di Madinah pada tahun 21 H. Hasan lahir setahun setelah Perang Shiffin dari pasangan Khoiroh dan Yasar. Sejak kecil Hasan diasuh oleh Ummu Salamah. Para ahli sejarah menguraikan bahwa Ummu Salamah orang paling luas pengetahuannya diantara para istri-istri Rosullah Saw. lainnya. Hasan sangat akrab dengan keluarga Nabi dan menimba ilmu bersama para sahabat di Masjid Nabawi.
Hasan al-Basri berguru kepada para sahabat Nabi seperti Utsman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Talib, Abu Musa al-Asy’ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah, dan Abdullah bin Umar. Sedangkan kepada tabi’in beliau berguru kepada Abu Bakrah, Imran bin Husein, Jundub, al-Bajali, Mu’awiyah, Anas, dan Jabir. Hadis-hadis Hasan al-Basri banyak diterima oleh Jarir bin Abi Hazim, Humail al-Tawil, Yazid bin Abi Maryam, Abu al-Asyhab, Sammak bin Harb, Ata‟ bin Abi al-Salib, Hisyam bin Hasan dan lainnya.
Hasan al-Basri meninggal dunia di Basrah, Iraq, pada hari jum'at 5 Rajab 110 Hijrah (728 Masehi), pada umur 89 tahun. Banyak dari penduduk Basrah yang mengantarkan sampai ke pemakaman beliau. Hasan adalah pendukung kuat nilai tradisional dan cara hidup zuhud, kehidupan dunia hanyalah perjalanan untuk ke akhirat, dan kesenangan dinafikan untuk mengandalkan nafsu. Mereka merasa sedih serta kehilangan ulama besar, yang berbudi tinggi, saleh serta fasih lidahnya.

 

E. Muhammad Ibnu Sirin


Salah satu tokoh ahli hadis yang satu ini terkenal dalam kesolehannya dan kemampuan dalam menakwilkan mimpi. Beliau yang bernama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Sirin al-Bashri lahir pada tahun 33 H Bashrah.
Ayahnya bernama Sirin, seorang pembuat periuk tembaga, yang tertawan oleh Khalid bin Walid dalam ekspedisinya di Ain at-Tamar. Sirin lalu menjadi budak dari Anas bin Malik, tetapi ia membuat perjanjian untuk memerdekakan dirinya sendiri dengan tebusan uang. Setelah itu, Sirin menikahi Shafiyah, budak perempuan Abubakar ash-Siddiq. Turut hadir dalam pernikahan tersebut tiga orang isteri Nabi Muhammad serta delapan belas orang Sahabat Nabi yang pernah mengikuti Pertempuran Badar, yang mana Ubay bin Ka'ab memimpin doa pernikahannya.
Ibnu Sirin mempelajari ilmu agama serta meriwayatkan hadis antara lain dari Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Imran bin Hushain, dan Anas bin Malik. Ia merupakan guru bagi Qatadah bin Di'amah, Khalid al-Hadda, Ayyub al-Sakhtiyani, dan lain-lain. Anas bin Malik pada saat berada di Persia menjadikan Ibnu Sirin sebagai sekretarisnya.
Ibnu Sirin memiliki banyak anak dari seorang istrinya, tetapi hanya satu yang tumbuh dewasa yaitu Abdullah. Selain sebagai ulama, profesi sehari-hari Ibnu Sirin adalah sebagai pedagang pengecer, akan tetapi beliau bangkrut dan jatuh ke dalam hutang sehingga dipenjara. Kemudian anaknya (Abdullah) yang melunasi hutangnya.
Ibnu Sirin meninggal di Bashrah (kini Irak) pada hari Jum'at, 9 Syawal 110 H, kira-kira seratus hari setelah wafatnya Hasan al-Bashri.

 

F. Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhri


Ibnu Syihab az-Zuhri, nama yang tidak asing di telinga pembaca ini lahir tahun 50 H pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abi Sofwan. Beliau memiliki nama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidullah bin 'Abdullah bin Syihab bin 'Abdullah bin al-Harith bin Zuhrah adalah salah satu ulama ahli hadits terbesar yang juga termasuk shighar at-tabi’in (tabi’in junior). Beliau adalah orang pertama yang membukukan ilmu hadis atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Ayah az-Zuhri hidup dalam keadaan yang tidak bebas karena bergabung dengan Abdullah bin Zubair (Saudara Urwah bin Zubayr) dalam perlawanan pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Setelah ayahandanya meninggal dunia, az-Zuhri datang kepada Abdul Malik bin Marwan pada tahun 84 H. Az-Zuhri merupakan tokoh tabi’in yang mempunyai andil besar dalam estafet penyampaian hadis Nabi saw.

Ibnu Syihab az-Zuhri banyak mengambil ilmu dari para tabi’in senior seperti kepada Sayyidut Tabi’in Sa’id bin Musayyib, Ia mengatakan, “Lututku selalu menempel pada lutut Sa’id bin Musayyib selama delapan tahun.”, juga kepada Urwah bin Zubair, Al-Qasim bin Muhammad, dan yang lainnya. Sedangkan beberapa muridnya yang ternama seperti: Imam Malik bin Anas “Imam Daril Hijrah”, Al-Laits, Sufyanain, dan lainnya.
Az-Zuhri dikenal memiliki daya ingat yang luar biasa. Hal inilah salah satu faktor yang menyebabkan az-Zuhri menjadi tokoh hadis terkemuka pada zamannya. Az-Zuhri mengatakan, “Aku sama sekali tidak menyimpan sesuatu dalam hatiku, hingga membuat aku lupa.” Ia juga mengatakan, “Aku tidak mengulang suatu hadis kecuali (cukup) satu kali, kemudian, aku bertanya kepada temanku. Ternyata, hadis itu seperti yang kuhafal.”
Tokoh hadis yang masyhur yang meriwayatkan dari beliau adalah Aṭa’ bin Abi Rabbah, Abu al-Zubayr al-Makki, Umar bin Abdul Aziz, Amr bin Dinar, Saleh bin Kaysan, Ma’mar bin Rasyid, Abu ‘Amr al-Awza’i, Abdul Malik bin Uyaynah, dan lainnya. Ali bin Madani mengatakan bahwa az-Zuhri meriwayatkan hadis sebanyak 2000, Abu Dawud menyatakan Hadis az-Zuhri berjumlah 2200.
Setelah tujuh puluh tahun menjalani kehidupan pengetahuan, Ibn Syihab az-Zuhri akhirnya meninggal dunia pada malam selasa di bulan Ramadan tahun 124 H. 






Post a Comment

Terimakasih berkenan untuk memberikan komentar pada tulisan ini. Mohon hargai sesama dan gunakan bahasa serta penulisan yang baik dan sopan. Beberapa komentar menunggu moderasi terlebih dahulu untuk dapat ditayangkan secara publik. ... salam hormat!

Lebih baru Lebih lama