Brosur PPDB2024

Mengenal Ahli Hadits Kalangan Tabi'in

Oleh : Annisa Damayanti Kelas 12 Agama


Assalamualaikum wr.wb

Perkenalkan nama saya Annisa Damayanti Kelas 12 Agama No Absen 08.

Disini saya akan memberikan poin-poin penting tentang para tokoh hadis dari kalangan tabi'in yaitu Sa'id bin Musayyab, Urwah bin Zubair, Nafi' Al-Madani, Hasan Al-Bashri, Muhammad Ibnu Sirin, dan Muhammad Syihab Az-Zuhri mulai dari biografinya,kiprahnya dalam dunia perhadisan,guru-guru mereka dan lain-lain.

Semoga ini bisa membantu para pembaca agar lebih mudah memahami siapa saja para periwayat hadis dari kalangan tabi'in dan hal-hal penting ketika mereka meriwayatkan hadis nabi. Selamat membaca🤗

1.) Sa'id bin Musayyab

Mempunyai nama lengkap Said bin al-Musayyib bin Hazn bin Abi Wahb al-Makhzumi al-Quraisy

lahir 15 H/636, wafat 94 H/715 M; umur 79 tahun) adalah salah seorang ulama ahli hadits dan ahli fiqih dari Madinah.

Ia termasuk golongan tabi'in, dan merupakan salah seorang dari Tujuh Fuqaha Madinah.Di antara ketujuh tokoh Madinah tersebut, Said sering dianggap sebagai yang paling berpengaruh.

Said dikenal sangat tekun beribadah, telah melakukan haji lebih dari tiga puluh kali, dan selama empat puluh tahun tidak pernah meninggalkan salat berjemaah di baris (shaf) pertama di masjid.[7] Imam Ahmad merawikan dari 'Imran al-Jauni bahwa "Sa'id bin al-Musayyib tidak pernah ketinggalan salat (berjamaah) dalam semua salatnya selama 40 tahun, dan tidak pula melihat tengkuk para jamaah (karena berada di shaf pertama), dan para jamaah juga tidak pernah mendapatinya keluar dari masjid (karena ia pulang paling terakhir)." Abu Sahal Utsman bin Hakim berkata, "Aku mendengar Sa'id bin al-Musayyib berkata, 'Sejak 30 tahun yang lalu, setiap kali mu'adzin mengumandangkan adzan, aku pasti sudah berada di masjid.
Said adalah orang yang paling hafal atas berbagai hukum dan keputusan yang dikeluarkan oleh Khalifah Umar bin Khattab, sehingga mendapat julukan Rawiyatul Umar(periwayat Umar).Hadits mursal yang berasal dari Said bin al-Musayyib dianggap hasan oleh Imam Syafi'i.[9] Walau demikian, Imam Ahmad juga selainnya berkata, "Mursalat (kumpulan hadits mursal) yang diriwayatkannya adalah shahih kesemuanya."[2]
Said bermata-pencaharian sebagai sebagai penjual minyak, dan ia tidak pernah mau menerima berbagai pemberian.Ia menikah dengan anak perempuan dari Abu Hurairah.Ia mempunyai seorang putri bernama Ribab, yang meskipun dilamar oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan bagi anaknya Al-Walid, namun dinikahkannya dengan muridnya Abdullah bin al-Wada'ah.[7][11]
Karena penguasaannya pada hadis begitu luar biasa, dia dianggap sebagai tabi'in paling berpengaruh di masanya.
- Nama Said Al Musayyib memang tidak banyak dikenal dalam dunia literasi Islam. Tetapi, nama ini sangat dihormati di kalangan ulama.
Said adalah salah satu tabi'in Madinah yang hidup di era kekhalifahan. Dia lahir saat Khalifah Umar bin Khattab memerintah selama dua tahun menggantikan Abu Bakar As Shiddiq, dan meninggal saat Khalifah Al Walid bin Abdul Malik memerintah.
Oleh karena itu, dia menyaksikan sendiri bagaimana gaya kepemimpinan tiga khalifah yaitu Umar, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Dari mereka pulalah, Said mendapatkan banyak hadis.
Karena penguasaannya pada hadis begitu luar biasa, dia dianggap sebagai tabi'in paling berpengaruh di masanya. Dia bahkan mendapat julukan sebagai imam para ulama fikih.
Mengenai hal ini terdapat riwayat dari Abu Tholib, yang bertanya kepada Imam Ahmad bin Hanbal, tokoh utama Mazhab Hanbali.
" Aku penah bertanya kepada imam Ahmad bin Hanbal, 'Siapakah Said bin Al Musayyib?' Dia menjawab, 'Siapa yang menandingi Said bin Al Musayyib? Dia adalah orang yang dapat dipercaya dan termasuk orang yang saleh'."
" Aku bertanya lagi, 'Apakah riwayat Said dari Umar bin Khattab dapat dijadikan hujjah?' Dia menjawab, 'Dia adalah hujjah bagi kita, dia pernah melihat Umar bin Al Khattab dan banyak mendengar hadis darinya. Kalaulah riwayat Said dari Umar tidak diterima, siapa lagi yang dapat diterima?"
Said juga dikenal sebagai orang yang sangat rajin ibadah. Selama 50 tahun, dia selalu menjalankan sholat Subuh dengan wudhu sholat Isya.
Selain itu, Said juga tidak pernah absen dari sholat jemaah di Masjid Nabawi. Bahkan, dia selalu menempati shaf terdepan, seperti penjelasan berikut.
Dari Abdul Mu’in bin Idris dari ayahnya, ia berkata, " Selama 50 tahun Said bin Musayyib melaksanakan sholat Subuh dengan wudhu sholat Isya’.
Said bin Al Musayyib berkata, " Aku tidak pernah ketinggalan takbir pertama dalam sholat selama lima tahun (sholat di awal waktu). Aku juga tidak pernah melihat punggung para jemaah, karena aku selalu berada di barisan terdepan selama lima tahun itu."

*Guru Guru Beliau

Dikarenakan beliau adalah salah satu dari Kibarut tabi’in, maka tidak heran apabila beliau banyak berguru dengan pembesar-pembesar sahabat dan mendengarkan ilmu darinya, diantara guru-gurunya adalah: Umar bin al-Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru bin ‘Ash, Muawiyah bin Abi Shafyan, Abu Darda’, Abu Dzar al-Ghifari, Abu Musa al-Asy’ari, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Musayyib bin Hazn(bapaknya), Ubai bin Ka’ab, Anas bin Malik, Bilal, Zaid bin Tsabit, Sarakah bin Malik, Abi Tsa’labah al-HusniRadhiallahu ‘anhum, dan masih banyak lagi. Disamping itu beliau juga berguru atau mengambil hadits kepada istri nabi, seperti ‘Aisyah dan Ummu Salamah Radhiallahu ‘anhuma

*Murid-murid beliau

Sedangkan untuk murid, beliau memiliki banyak sekali, dan di sini kami hanya akan menyebutkan sebagiannya saja. Diantaranya : Muhammad(anaknya), Salim bin Abdullah bin Umar, Sa’ad bin Ibrahim, Dawud bin Abi Hind, Zaid bin Aslam, Shafwan bin Salim, Thariq bin Abdurrahman, Basir bin Muharrar, Idris bin Shahib al-Auda, Usamah bin Zaid al-Laisi, Ismail bin Umayah, Abdullah bin Muhammad bin Uqail, Abdullah bin Qayyis at-Tajibi, Shafwan bin Salim, dan masih banyak lagi murid-murid beliau yang tidak kami sebutkan di sini


2.) Urwah bin Zubair

Urwah bin Az-Zubair adalah seorang tabi’in yang mulia, satu dari Al-Fuqaha’ As-Sab’ah (tujuh tokoh fuqaha’ /ulama) yang masyhur dalam sejarah kaum muslimin, panutan umat. Beliau dikenal dengan kesabarannya yang tinggi saat kakinya diamputasi karena penyakit.
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdillah ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-’Awwam bin Khuwailid bin Asad bin ‘Abdil ‘Uzza bin Qushay bin Kilab Al-Qurasyi Al-Asadi Al-Madani, dilahirkan pada tahun ke-23 Hijriyyah pada masa kekhalifahan ‘Utsman bin ‘Affan di kota Madinah, Putra dari Az-Zubair bin Al-’Awwam radhiyallahu ‘anhu. Ibu beliau adalah Asma’ bintu Abi Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhuma.
Beliau adalah adik kandung ‘Abdullah bin Az-Zubair radhiyallahu ‘anhuma. Bibi beliau adalah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ibunda kaum mukminin. Dari beliaulah, keponakan yang shalih ini banyak menimba ilmu dan meriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga tidaklah mengherankan kalau kemudian ‘Urwah menjadi salah seorang tabi’in yang paling mengetahui hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Al-Imam Adz-Dzahabi menempatkan beliau pada posisi thabaqah yang kedua, thabaqahnya para tokoh besar tabi’in.
Selain itu, ia juga mendapat pengajaran dari Said bin al-Musayyib, yang lebih tua tujuh atau delapan tahun darinya.[4] Para periwayat hadits berikutnya yang mengambil jalur darinya antara lain adalah Qatadah bin Di'amah, Ibnu Syihab az-Zuhri, Yahya bin Said al-Ansari, dan Zaid bin Aslam.


*Keilmuan, Ibadah dan Akhlak

Beliau sempat meriwayatkan hadits dari ayahnya, namun hanya sedikit. Dan juga meriwayatkan hadits dariSa’id bin Zaid, ‘Ali bin Abi Thalib, Jabir, Al-Hasan, Al-Husain, Muhammad bin Maslamah, Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Ayyub Al-Anshari, Al-Mughirah bin Syu’bah, Usamah bin Zaid, Mu’awiyah, ‘Amr bin Al-’Ash, ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Hakim bin Hizam, ‘Abdullah bin ‘Umar, dan yang lainnya.


*Guru-guru Beliau

Beliau menimba ilmu dari para shahabiyah di antaranya Asma’ bintu Abi Bakar Ash-Shiddiq ,ibunya sendiri ‘Aisyah Ummul Mu’minin ,bibi beliau Asma’ binti ‘Umais, Ummu Habibah, Ummu Salamah, Ummu Hani’, Ummu Syarik, Fathimah bintu Qais, Dhuba’ah bintu Az-Zubair, Busrah bintu Shafwan, Zainab bintu Abi Salamah, ‘Amrah Al-Anshariyyah radhiyallahu ‘anhunna ajma’in.


*Murid-murid Beliau

Para ulama yang berguru dan meriwayatkan hadits dari beliau adalah Sulaiman bin Yasar, Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Abu Az-Zinad, Shalih bin Kaisan, Ja’far Ash-Shadiq, Ibnu Abi Mulaikah, ‘Ubaidullah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, ‘Atha bin Abi Rabah, ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz, ‘Amr bin Dinar, Yahya bin Abi Katsir, dan sejumlah ulama yang lain.
Beliau adalah orang pertama yang menulis tentang masalah Al-Maghazi (peperangan) dan yang paling banyak melantunkan syair pada zamannya.
Beliau adalah salah seorang di antara sepuluh ulama di kota Madinah yang selalu menjadi rujukan khalifah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz sewaktu beliau menjabat sebagai gubernur di kota tersebut.


*Kisah teteladan ‘Urwah bin Az-Zubair

Abu Az-Zinad menceritakan: Dahulu kebiasaan beliau setiap kali memasuki kebun, selalu membaca surat Al-Kahfi ayat 39 dan diulang-ulanginya bacaan tersebut:


ولولا إذ دخلت جنتك قلت ما شاء الله لا قوة إلا بالله إن ترن أنا أقل منك مالا وولدا

Dan Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). sekiranya kamu anggap Aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan.” (Al Kahfi: 39)
Kebiasaan beliau dalam setiap harinya adalah membaca seperempat Al-Qur’an. Kemudian seperempat Al-Qur’an yang beliau baca pada siang harinya tersebut, dibaca dalam shalat malamnya. Dan tidak pernah sekalipun beliau meninggalkan kebiasaan ini kecuali pada malam diamputasinya kaki beliau.


3.) Nafi al-Madani

Nama lengkapnya Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu‘aim al-Madani atau biasa dikenal dengan julukan Abu Ruwaim.
Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan (salah satu khalifah dari Bani Umayyah), Imam Nafi’ yang dilahirkan sekitar tahun tujuh puluh hijriah adalah salah satu ahli qira’at dari tujuh imam qira’at mutawatirah dan termasuk ulama yang berjuluk Al-Allamah, saleh serta memiliki kredibilitas dan kapabelitas yang sangat tinggi. Imam Nafi’ ini sebenarnya berasal dari Negara Asbahan, namun beliau tumbuh besar dan menetap di Madinah hingga ajal menjemputnya.


*Perjalanan Intelektual dan Guru-guru beliau

Imam Nafi’ dalam pengakuannya—sebagaimana diceritakan oleh Abu Qurrat Musa bin Thariq—dikatakan bahwa beliau berguru kepada tujuh puluh tabi’in, di antaranya adalah Imam Abu Ja’far (imam qira’at kedelapan), Syaibah bin Nashah, Muslim bin Jundub, Yazid bin Ruman, Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri, Abdurrahman bin Hurmuz al-A’raj.
Dari sekian banyak gurunya inilah, Imam Nafi’ melakukan seleksi bacaan, yaitu mengambil bacaan yang sama di antara guru-gurunya, dan meninggalkan bacaan yang berbeda. Hasil dari penyeleksian inilah kemudian dijadikan kaidah tersendiri oleh Imam Nafi’, yang kemudian dikenal luas oleh para generasi berikutnya sebagai qira’at Imam Nafi’.
Dalam perjalanan hidupnya, Imam Nafi’ merupakan salah satu dari sekian banyak ulama yang mencurahkan waktunya untuk berkhidmah kepada Al-Qur’an dan qira’atnya. Sebagai buktinya, beliau telah mengajarkan Al-Qur’an beserta qira’atnya dalam kurun waktu lebih dari tujuh puluh tahun dan menjadi rujukan utama dalam bidang qira’at di Madinah setelah kepulangan salah satu gurunya, Imam Ja’far bin al-Qa’qa’.
Dalam bidang hadits, beliau sangat sedikit sekali meriwayatkan hadits Nabi. Namun hal tersebut tidak mengurangi kredibilitas dan kapabilitas beliau sebagai ahli qira’at. Karena hal ini justru menunjukkan konsistensi beliau dalam mengabdikan hidup untuk menyelami lautan ilmu qira’at.


*Karamah Imam Nafi'

Imam Nafi’ adalah seorang ahli Al-Qur’an yang dianugerahi Allah beberapa karamah. Di antaranya, beliau memiliki bau harum yang keluar dari lisannya.
Diceritakan bahwa jika beliau berbicara, maka terciumlah aroma harum minyak misk yang keluar dari lisannya. Ketika ditanya oleh salah seorang muridnya, “Apakah Guru memakai minyak wangi jika hendak mengajar?” Beliau menjawab, “Aku tidak pernah mendekati minyak wangi apalagi menyentuhnya. Suatu saat aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan beliau membaca Al-Qur’an persis di depan lisanku. Sejak saat itulah keluar bau harum dari lisanku.”
Selain kelebihan tersebut, Imam Nafi’ juga memiliki kelebihan yang lain, yaitu wajah yang selalu berseri-seri dan budi pekerti yang luhur. Imam al-Musayyibi berkata, ketika ditanyakan kepada Imam Nafi’ tentang hal tersebut (wajahnya yang selalu berseri-seri), beliau menajawab: “Bagaimana aku tidak berseri-seri, sementara Rasul menyalamiku dalam mimpi dan kepada Beliau aku membaca Al-Qur’an.”


*Murid-murid Imam Nafi'

Kealiman dan keistiqamahan yang dimiliki Imam Nafi’, mengantarkan beliau menjadi seorang maha guru yang disenangi oleh para murid-muridnya. Hal ini tandai oleh banyaknya murid beliau dari berbagai Negara seperti Mesir, Sham, Madinah dan lainnya. Di antara murid beliau yang terkenal adalah: Imam Malik bin Anas, Imam Laits bin Sa’ad, Abi Amr bin al-Ala’, Isa bin Wardan, Sulaiman bin Muslim bin Jammaz dan kedua putra gurunya (Imam Ja’far), yaitu Ismail dan Ya’qub.
Namun, di antara sekian banyak murid beliau, yang paling terkenal dan kemudian menjadi perawi Imam Nafi’ adalah Imam Qalun dan Imam Warsy.
Setelah mengabdikan jiwa dan raganya berkhidmah untuk Al-Qur’an, Imam Nafi’ dipanggil untuk menghadap Tuhannya pada tahun 169 H di Madinah.


4.) Hasan Al-Bashri

Hasan al-Basri dilahirkan di Madinah pada tahun 21 Hijrah (642 Masehi). Dia pernah menyusu dengan Ummu Salamah, isteri Rasulullah S.A.W. Pada usia 14 tahun, Al-Hasan pindah ke kota Basrah, Irak, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Bashri. Hasan kemudian dikategorikan sebagai seorang Tabi'in (generasi setelah sahabat). Hasan al-Basri juga pernah berguru kepada beberapa orang sahabat Rasulullah S.A.W. sehingga dia muncul sebagai Ulama terkemuka dalam peradaban Islam.
Irak pada era generasi tabiin kaya akan ulama-ulama besar. Di antaranya adalah Syekh Hasan al-Bashri. Dia merupakan alim ternama pada era tabi'in, sekaligus murid para sahabat Nabi SAW dan ahlul bayt. Kata-kata mutiara dan nasihat yang disampaikannya selalu mampu menyentuh hati kaum Muslimin.
Ayahnya merupakan pembantu sahabat Rasulullah SAW yang terkenal sebagai penulis Alquran, Zaid bin Tsabit. Ibunya merupakan Khairoh, maula salah seorang istri nabi, Ummu Salamah.
Nama al-Hasan merupakan pemberian dari sang ummul mukminin. Hasan al-Bashri lahir di Madinah pada 642 Masehi, atau sembilan tahun pasca-wafatnya Rasulullah SAW.
Meski lahir dengan status orang tua sebagai mantan budak, Hasan besar di tengah-tengah kasih dan sayang para keluarga dan sahabat Nabiyullah Muhammad. Ummul mukminin Ummu Salamah bahkan menjadi ibu susu dari al-Hasan. Al-Hasan kecil pun belajar di rumah-rumah para istri Rasulullah yang kala itu masih hidup.
Ia juga rajin ke masjid Nabawi untuk mendengarkan kajian ilmu dari para sahabat Rasulullah. Khalifah Umar Bin Khattab pun pernah mendoakannya menjadi orang yang fakih dalam beragama dan dicintai semua orang.
Bergaul dengan para sahabat Rasul sejak kecil membuat al-Hasan tumbuh menjadi pemuda yang saleh. Ia meriwayatkan banyak hadis dari para sahabat Rasul, seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy'ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, dan masih banyak lain. Saat usia 14 tahun, ia pindah ke Kota Bashrah, Irak. Dari sinilah dia kemudian mendapat nama al-Bashri karena mengacu pada kota Bashrah.
Tinggal di Irak tak membuatnya berhenti belajar. Ia pun kemudian menjadi murid salah seorang sahabat Rasul, Abdullah bin Abbas. Dari Ibnu Abbas-lah, Hasan belajar tafsir, hadis, dan qiraah. Dalam hal sastra, Hasan belajar dari Ali Bin Abi Thalib. Ia mengangumi sang khalifah keempat karena lisannya yang penuh nasihat dan hikmah. Hasan juga sempat diasuh istri Rasul, Ummu Salamah, yang dikenal paling berwawasan luas. Di bidang lain, Hasan bergilir mengikuti majelis sahabat satu ke yang lain. Alhasil, jadilah dia sangat fakih dalam ilmu agama.
Hasan adalah pendukung kuat nilai tradisional dan cara hidup zuhud, kehidupan duinia hanyalah perjalanan untuk ke akhirat, dan kesenangan dinafikan untuk mengendalikan nafsu. dia merupakan tokoh sufi dalam islam .Khutbah-khutbah dia dianggap sebagi contoh terbaik dan terawal sastra Arab.
Saat tiba menjadi seorang guru, banyak sekali murid yang menghadiri halaqahnya. Ia menjadi cendekiawan Muslim ternama dari Kota Bashrah. Setiap dia mengisi ceramah maka pendengarnya pasti meneteskan air mata. Mengingat dosa, peringatan kematian, memperbaiki diri, mendekatkan diri pada Allah, menjadi tema yang sangat apik dibawakannya hingga menggugah hati siapa saja yang mendengarnya.
Tak hanya kepada masyarakat biasa, al-Hasan juga sering kali menjadi penasihat para amirul mukminin. Salah satu pemimpin Muslimin yang pernah mendapat nasihat dari dia, yakni Khalifah Abd al-Malik dari Dinasti Umayyah.
Dia amat pandai dalam membuat sastra. Nasihat-nasihatnya untuk Muslimin selalu memiliki nilai sastra yang tinggi. Bahkan, khotbah-khotbah yang pernah diucapkan, serta surat-surat yang pernah ditulis, diabadikan oleh masyarakat Arab sebagai rujukan utama pembelajaran prosa Arab. Pasalnya, lisannya sangat cerdas memainkan kalimat sastra, sementara bangsa Arab sangat dikenal lisannya yang indah. Bahkan, hingga kini, ucapan al-Hasan masih menjadi kata bak mutiara yang selalu menjadi rujukan untuk nasihat-nasihat indah.
Beberapa contoh nasihatnya, antara lain, “Anak Adam! Kalian bukanlah apa-apa kecuali hanyalah sebuah hitungan hari. Setiap kali hari itu lewat maka sebagian darimu pun pergi menghilang”, “Kematian menunjukkan realita hidup. Tidaklah kematian meninggalkan kebahagiaan kecuali bagi orang-orang yang bijak”. Kalimat tersebut dalam bahasa Arab jauh lebih indah daripada sekadar alih bahasa Indonesia. Namun, setiap kata nasihatnya selalu menghasilkan perenungan yang amat menyentuh hati.
Setelah menghabiskan usianya menjadi penasihat Muslimin, al-Hasan menutup mata selama-lamanya. Dia wafat dalam usia 86 tahun pada Jumat malam, 5 Rajab 110 Hijriyah atau 728 Masehi di Bashrah. Kota tersebut serta merta tak berpenghuni. Seluruh penduduknya menghantar jenazah sang ulama fakih ke pembaringannya terakhir. Kota begitu diliputi kesedihan yang amat dalam.


*Guru-guru Beliau

Hasan Al Bashri berguru pada para sahabat Nabi, antara lain: Utsman bin Affan, Abdullah bin Abbas, Ali bin Abi Talib, Abu Musa Al-Asy'ari, Anas bin Malik, Jabir bin Abdullah and Abdullah bin Umar. Al-Hasan menjadi guru di Basrah, (Iraq) dan mendirikan madrasah di sana. Di antara para pengikutnya yang terkenal adalah Amr ibn Ubaid dan Wasil ibn Atha. Dia salah seorang fuqaha yang berani berkata benar dan menyeru kepada kebenaran di hadapan para pembesar negeri dan seorang yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah. Dia menerima hadits dari Abu Bakrah, Imran bin Husein, Jundub, Al Bajali, Muawiyah, Anas, Jabir dan meriwayatkan hadits dari beberapa sahabat diantaranya ‘Ubay bin Ka’ab, Saad bin Ubadah, Umar bin Khattab walaupun tidak bertemu dengan mereka atau tidak mendengar langsung dari mereka. Dan kemudian hadits-haditsnya diriwayatkan oleh Jarir bin Abi Hazim, Humail At Thawil, Yazid bin Abi Maryam, Abu Al Asyhab, Sammak bin Harb, Atha bin Abi Al Saib, Hisyam bin Hasan dan lain-lain.


5.) Muhammad Ibnu Sirin

Abu bakar Muhammad bin Sirin al-Bashr, lahir 33 H/653-4 M,meninggal 110 H/729 M) atau disingkat Ibnu Sirin, adalah salah seorang tokoh ulama ahli fiqih dan perawi hadis dari golongan tabi'in yang menetap di Bashrah.Ibnu Sirin juga terkenal kemampuannya dalam menakwilkan mimpi, serta atas kesalehannya.
Orang tua beliau bernama Sirin maula Anas (ayah) dan Shafiyah Maula Abu bakar (ibu).
Abu Bakr al-Bassari, atau Mohammed bin Sirin, yang dikenal sebagai Ibnu Sirin adalah salah satu pelopor ilmu interpretasi mimpi dalam Islam. Dia menggabungkan pengetahuan linguistik, kebijaksanaan dan wawasannya yang memungkinkannya menjadi pemimpin dalam seni ini. Ibnu Sirin dianggap mirip dengan Nabi Yusuf pada masanya.
Dia dikenal karena persahabatannya dengan sufu mistik Hassan al-Basri (110-110 AH) yang meninggal hanya 100 hari kemudian. Namun keduanya telah mengambil aliran yang tidak berbeda dari yang lain. Tapi dikatakan bahwa mereka berpisah dengan beberapa alasan yang tidak diketahui


*Guru-guru Beliau

Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Imran bin Hushain, Anas bin Malik


*Murid-murid Beliau

Qatadah bin Di'amah, Khalid al-Hadda, Ayyub al-Sakhtiyani, dll.
Ayahnya bernama Sirin, seorang pembuat periuk tembaga, yang tertawan oleh Khalid bin Walid dalam ekspedisinya di Ain at-Tamar.Sirin lalu menjadi budak dari Anas bin Malik, tetapi ia membuat perjanjian untuk memerdekakan dirinya sendiri dengan tebusan uang. Setelah itu, Sirin menikahi Shafiyah, budak perempuan Abubakar ash-Siddiq.Turut hadir dalam pernikahan tersebut tiga orang isteri Nabi Muhammad serta delapan belas orang Sahabat Nabi yang pernah mengikuti Pertempuran Badar, yang mana Ubay bin Ka'ab memimpin doa pernikahannya.
Ibnu Sirin mempelajari ilmu agama serta meriwayatkan hadis antara lain dari Abu Hurairah, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Zubair, Imran bin Hushain, dan Anas bin Malik. Ia merupakan guru bagi Qatadah bin Di'amah, Khalid al-Hadda, Ayyub al-Sakhtiyani, dan lain-lain.Ibnu Sirin dilahirkan dua tahun sebelum pemerintahan Utsman bin Affan berakhir. Anas bin Malik pada saat berada di Persia menjadikan Ibnu Sirin sebagai sekretarisnya.


*Menafsirkan mimpi

Buku utamanya adalah A Concise Guide for the Interpretation of Dreams yang dianggap sebagai referensi penting hingga saat ini. Meskipun demikian, rujukan Ibn Sirin dalam penafsirannya masih samar sampai hari ini dan belum ditinjau cukup melalui penelitian untuk menjelaskan bakatnya di bidang ini. Yang jelas adalah bahwa ia menafsirkan mimpi berdasarkan makna semantik langsung.
Ia menggabungkan penafsiran dengan membaca pikiran manusia. Ia biasa menafsirkan langsung mimpi orang-orang di pasar dan dewan.
Dia berani menafsirkan mimpi bahkan kepada para penguasa, yang menyebabkan banyak masalah, Namun, dia tidak peduli.


6.) Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhri

Beliau adalah Abu Bakar Muhammad bin Muslim bin Syihab Az-Zuhri, termasuk shighar at-tabi’in (tabi’in junior) lahir pada tahun 50 atau 51 H.
Beliau adalah seorang yang kaya lagi dermawan. Beliau memiliki kedudukan yang tinggi di dalam Daulah Bani Umayyah. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kepada beliau kecerdasan yang tinggi dan kekuatan hafal yang mengagumkan, dengan itu semua beliau mendapat kedudukan tinggi terutama dalam bidang ilmu hadis, dan kepada beliau bermuaralah ilmu hadis. Beliaulah orang pertama yang membukukan ilmu hadis atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Abu Bakar al-Hudzali mengatakan, “Aku telah duduk bermajelis kepada Hasan al-Bashri dan Ibu Sirin, namun aku tidak melihat seorang pun yang semisal dengan Imam Az-Zuhri.”
Bila dibandingkan beliau, maka Hasan al-Bashri dan Ibnu Sirin jauh di atas beliau karena mereka adalah termasuk para tabi’in senior, tetapi ilmu adaah semata-mata anugerah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan keutamaan dan rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.
Beliau banyak mengambil ilmu dari para tabi’in senior seperti kepada Sayyidut Tabi’in Sa’id bin Musayyib, Urwah bin Zubair, Al-Qasim bin Muhammad, dan yang lainnya. Sementara itu, beberapa murid ternama beliau antara lain: Imam Malik bin Anas “Imam Daril Hijrah”, Al-Laits, Sufyanain, dan para imam besar dari kalangan tabi’ut tabi’in senior lainnya.
Orang yang pertama kali disebut melakukan proses Tadwin atau pencatatan hadis adalah seorang Tabiin junior bernama Ibn Syihab Az-Zuhri atau Syihabuddin Az-Zuhri. Nama lengkap beliau adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Muslim Ibn Abdullah Ibn Syihab Az-Zuhri. Beliau adalah seorang Tabi’in Madinah, seorang ahli fikih dan penghafal hadis besar pada generasinya.
Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi kepergian Az-Zuhri ke Damaskus. Ada yang mengatakan bahwa beliau ingin mengikuti peperangan bersama Abdul Malik Bin Marwan, dan yang mengatakan bahwa rihlah tersebut lebih disebabkan oleh faktor keinginan mencari ilmu. Az-Zuhri juga pernah menetap di Mesir selama beberapa tahun. Kisah rihlah beliau dapat dilihat dalam kitab Tarikh Dimasyq (92).
Az-Zuhri sepanjang hidupnya memang berdedikasi penuh dalam ilmu pengetahun terutama ilmu hadis dan fikih. Ibn Khulqan dalam Wafayatul A’yan (4/177) menyebutkan bahwa istri dan keluarga Az-Zuhri sendiri terkadang sampai mengeluh karena Az-Zuhri terlalu fokus pada ilmu dan kertas-kertas saat di rumah daripada berbicara bersama mereka. Dedikasi perhatian inilah yang kemudian menarik perhatian Umar Ibn Abdul Aziz terhadap diri Az-Zuhri karena dinilai sebagai orang yang paling besar perhatian dan pemahamannya terhadap riwayat-riwayat hadis ketika itu, baik dari sisi matan hadis maupun sanadnya.
Az-Zuhri oleh banyak ulama Hadis ditasbihkan sebagai tokoh pelopor dalam masalah pencatatan matan dan sanad hadis, meskipun penilaian ini tidak bersifat mutlak karena tentu masih ada para tabiin dan sahabat yang juga diketahui pernah mencatat hadis. Namun Az-Zuhri layak disebut sebagai pelopor dalam masalah ini karena catatan beliau sudah memiliki sistematika yang baik hingga menjadi inspirasi bagi lahirnya berbagai kitab-kitab hadis di generasi berikutnya.
Ibn Hajar Al-‘Asqalani dalam Fathul Bari (1/208) menyebutkan bahwa para sahabat cenderung lebih menyukai penyimpanan hadis dengan cara dihafal, namun dalam perkembangannya kekhawatiran terhadap lemahnya hafalan karena rangkaian sanad yang semakin panjang dan kompleks serta susupan dari para pemalsu hadis, kebutuhan terhadap penyimpanan hadis dalam bentuk catatan dinilai semakin penting. Dan Az-Zuhri adalah pelopor dalam masalah ini.
Ibn Abdilbarr dalam Jami’ Bayanil ‘Ilm (1/76) menjelasakan bahwa catatan hadis yang dibuat oleh Az-Zuhri kala itu berdasarkan pada inisiasi dari Umar Ibn Abdul Aziz, dan ia sudah disusun dengan sistematis berdasarkan nama perawi dari berbagai kota dan provinsi islam saat itu
Jumlah hadis dalam musnad Az-Zuhri sendiri menurut Ibn Hajar berjumlah sekitar 1000 hadis. Dan Az-Zuhri paling banyak memperoleh hadis secara langsung dari mulut Anas Ibn Malik.
Tahun wafatnya Az-Zuhri juga memiliki beberapa keterangan berbeda, dari beberapa riwayat yang dihimpun oleh Ibn ‘Asakir, riwayat yang paling tepat adalah tahun 124 Hijriah. Lokasi meninggalnya beliau juga diperselisihkan antara hijaz atau Syam, namun menurut Ibn Asakir pendapat yang mengatakan Syam lebih kuat. Keterangan tentang riwayat hidup Az-Zuhri sendiri dapat dipelajar secara detail dalam kitab yang secara khusus mengulas riwayat hidup beliau yang ditulis oleh Muhammad Hasan Syurrab dengan judul Al-Imam Az-Zuhri, ‘Alim Syam wal Hijaz.


*Pujian Ulama kepada Beliau

Amr bin Dinar mengatakan, “Aku tidak pernah melihat seorang pun yang lebih mengetahui tentang hadis dibandingkan Ibnu Syihab (Imam Az-Zuhri).”
Ahmad bin Hambal berkata, “Az-Zuhri adalah manusia yang terbaik hadisnya dan terbagus jalan sanadnya.”
Imam Makhul pernah ditanya, “Siapa orang yang paling alim yang pernah engkau jumpai?” Ia menjawab, “Ibnu Syihab.” Lalu ditanyakan, “Siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibnu Syihab.” “Dan siapa lagi?” Beliau tetap menjawab, “Ibnu Syihab.”


*Faktor Pendukung Keunggulan Beliau

Di antara sebab-sebab dan faktor pendukung beliau adalah:


1. Dalam Kekuatan Hafalan

Kekuatan hafalan beliau menjadi ayat yang nyatakan keutamaan beliau.
Imam adz-Dzahabi berkata, “Di antara yang menunjukkan kekuatan hafalan Imam Az-Zuhri adalah beliau mampu hafal Alquran hanya dalam waktu 8 hari, sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh putra saudara beliau, Muhammad bin Abdillah.”
Imam Az-Zuhri pernah mengatakan, “Aku tidak pernah melakukan persiapan dalam menyampaikan hadis, dan aku tidak pernah ragu tentang hafalanku kecuali satu hadis, lalu aku tanyakan kepada saudaraku, ternyata itu pun sama dengan yang aku hafal.”
Al-Laits berkata, “Ibnu Syihab pernah mengatakan, ‘Tidaklah sedikit pun sesuatu yang telah aku hafal lalu aku lupa setelahnya’.”


2. Beliau menulis seluruh yang ia dengar

Dari Abdurrahman bin Abi Zinad dari ayahnya ia berkata, “Aku pernah berthawaf bersama Ibnu Syihab, dan ia membawa lembaran-lembaran dan buku tulis sampai kami menertawakannya.” Dalam riwayat lain, “Kami menulis perkara halal dan haram sedangkan Ibnu Syihab menulis semua yang ia dengar, ketika kami merasa butuh dengan beliau, barulah kami tahu bahwa beliau manusia yang paling mengetahui.”


3. Keuletan dalam menuntut ilmu dan mudzakarah

Beliau mengatakan, “Aku pernah mengikuti guruku Sa’id bin Musyayyib dalam rangka mencari hadis selama tiga hari.”

Beliau juga mengatakan, “Lututku selalu menempel pada lutut Sa’id bin Musayyib selama delapan tahun.”
Artinya, beliau selalu bermajelis menuntut ilmu kepada Sa’id bin Musayyib, dekat dengan beliau dan tidak melalaikan bahkan terkadang mereka pergi meninggalkan kampungnya karena untuk mencari sebuah hadis.
Selain kepada Sa’id bin Musayyib beliau juga menimba ilmu kepada Urwah bin Zubair. Suatu hari ia menemui budak wanita beliau, sedang ia tengah tertidur, lalu ia membangunkannya seraya mengatakan, “Fulan dari fulan dan dari fulan telah menceritakan hadis kepadaku…” Lalu budak wanita tersebut berkomentar, “Apa peduliku dengan itu semua.” Az-Zuhri menjawab, “Aku tahu engkau tidak akan mengerti dengan ini semua, hanya saja tiba-tiba aku teringat dengan satu hadis dan aku ingin mengulang-ulanginya.”
Beliau juga mengatakan, “Penyebab hilangnya ilmu itu karena lupa dan tidak diulang-ulang (muraja’ah).”


4. Memuliakan ilmu dan ahli ilmu

Imam Az-Zuhri pernah bercerita, “Aku pernah datang ke rumah Urwah bin Zubair, di depan pintu aku berhenti hingga akhirnya aku pergi dan tidak jadi masuk, seandainya aku pergi dan tidak jadi masuk, itu tidak aku lakukan yang demikian karena memuliakan beliau.”
Dari Sufyan ia mengatakan, “Aku mendengar Az-Zuhri mengatakan, ‘Si fulan telah menceritakan hadis kepadaku dan beliau adalah lautan ilmu’, tidak hanya sekadar mengatakan ‘beliau adalah seorang yang alim’.”
Beliau lakukan itu karena memuliakan ilmu dan ahli ilmu. Beliau sangat menghormati gurunya, memuliakannya, karena merekalah orang-orang yang banyak memberi manfaat dan kebaikan, dan demikianlah para salah mengajarkan kepada kita.


5. Mengambil sebab untuk membantu kuatnya hafalan

Imam Az-Zuhri pernah mengatakan, “Barangsiapa yang senang menghafal hadis hendaklah ia memakan kismis/anggur kering.” Al-Hakim mengomentari, “Karena kismis/anggur keringnya negeri Hijaz hangat, manis dan lembut, terlihat kering, dan dapat mencegah lendir.”
Al-Laits mengatakan, Imam Az-Zuhri sering meminum madu seperti minumnya seorang terhadap minumannya, beliau mengatakan, ‘Beri kami minum madu dan ceritakanlah hadis kepadaku.’ Dan beliau sangat sering minum madu, dan tidak makan apel sedikit pun.”
Beliau (Al-Laits) juga mengatakan, “Az-Zuhri pernah mengatakan, ‘Tidaklah sesuatu yang telah melekat di hatiku lalu lupa di kemudian hari.’ Beliau membenci makan apel, namun beliau senang meminum madu. Katanya, ‘Madu itu dapat mempertajam ingatan’.”

Sekian ringkasan para tokoh hadis dari kalangan tabi'in apabila terdapat banyak kesalahan mohon kritik dan sarannya agar saya bisa membuat bacaan yang bermanfaat dan lebih baik lagi selanjutnya terima kasih 😊

Wassalamu'alaikum wr wb





7 Komentar

Terimakasih berkenan untuk memberikan komentar pada tulisan ini. Mohon hargai sesama dan gunakan bahasa serta penulisan yang baik dan sopan. Beberapa komentar menunggu moderasi terlebih dahulu untuk dapat ditayangkan secara publik. ... salam hormat!

Posting Komentar

Terimakasih berkenan untuk memberikan komentar pada tulisan ini. Mohon hargai sesama dan gunakan bahasa serta penulisan yang baik dan sopan. Beberapa komentar menunggu moderasi terlebih dahulu untuk dapat ditayangkan secara publik. ... salam hormat!

Lebih baru Lebih lama